Sejak jaman Belanda tanah yang sekarang ini berdiri bangunan RS. Siaga dimiliki olah seorang tuan tanah yang bernama Wan Ale'. Pada masa PKI berkuasa tanah itu direbut dan dibagikan ke warga pengikut PKI termasuk tetanggga nenek saya yang bernama Muhammad bin Cere', dia yang tidak punya apa-apa merasa senang sekali dan dengan bersemangat menanam singkong di petaknya itu dan diurus setiap hari. Tapi saat PKI akhirnya jadi organisasi terlarang dan semua pengikutnya ditangkap, tanah itu pun kembali ke pemiliknya yaitu Wan Ale', hilanglah impian Muhammad bin Cere' itu, tapi dia masih beruntung tidak termasuk orang yang ditangkap karena dia tidak terdaftar sebagai anggota resmi, setidaknya setelah itu dia kembali ke profesi lamanya yaitu penjual serbuk geregaji. Bingung untuk apa serbuk geregaji itu? Itu untuk ditebar ke tanah (yang rumahnya masih tanah) biar tanahnya rata dan rapi.
Selang waktu kemudian Wan Ale' menjual tanah itu kepada entah siapa, yang jelas tanah itu setelah dijual jadi terbengkalai sejak awal tahun 70-an sampai dibangunnya RS. Siaga pada awal 90-an.
Sewaktu masih terbengkalai di sekitar pertengahan tahun 80-an tanah itu pernah dipakai untuk syuting film 'Biarkan Aku Cemburu', entah seperti apa filmnya saya nggak pernah nonton.
Pejaten Barat
Saya banyak denger kisah dari nenek saya tentang daerah ini (dan sekitarnya) di jaman dulu, daripada jadi angin lalu dan terlupa mendingan di tulis disini. Ini blog perorangan tidak ada hubungannya dengan birokrasi setempat.
Monday, October 31, 2016
Saturday, September 24, 2016
Foto-foto daerah Pejaten Barat dan Sekitarnya
Nambah Gambarnya pelan2 aja, karena gambar2 lama saya entah pada kemana
Kelurahan Pejaten Barat - 2013 |
Foto diambil dari JPO Pasar Minggu - 2010 |
Pejaten Village di malam hari - 2010 |
SMP - SMA ISLAM AL-AZHAR PEJATEN, biasa di kenal dengan Alpen |
Carrefour Pasar Minggu |
Kantor Surat Kabar / Berita Online Republika di Pejaten |
Pejaten Village tampak depan |
JPO Pejaten Philips - 2013 |
Gramedia Pejaten Village Pejaten - 2013 |
Pejaten Village |
Properti terbengkalai |
Jl. Al Fajri ~ jalan super sempit buat mobil dari dua arah |
Tuesday, September 20, 2016
Tempat angker di Pejaten Barat
Ini terinspirasi dari obrolan tentang penjualan rumah bekas pembunuhan yang sulit terjual, kali ini saya akan cerita sedikit tentang tempat yang katanya angker tapi menurut sejarah tidak pernah ada pembunuhan disana.
Buat para penakut yang mau beli rumah di daerah Pejaten, inilah daftar tempat-tempat angker menurut kesaksian orang-orang asli sana dari tahun sebelum 50-an, 60-an dan 70-an.
Jembatan Samali Ujung
Saat tengah malam di sini kadang terlihat orang panjang besar (kalo ga mau disebut tinggi besar karena dia tidak berdiri) tidur melintang sepanjang jembatan sehingga menghalangi orang yang mau lewat, kakinya menonjol sampe ke Jl. Pasar Minggu. Salah satu saksinya adalah tetangga nenek saya yang kerja di pabrik sepatu Kalibata, dia bertugas sebagai penerima telepon disana, pulangnya sekitar tengah malam.
Jl. Warga
Tepat di tiang listrik & tiang lampu jalanan itu dulunya pohon Gandaria yang kalo ada orang lewat suka mengeluarkan suara aneh seperti orang tertawa
Depan Polwan (Gedung Astagina)
Disana dulu ada pohon asem yang tinggi besar, yang aneh dari pohon itu adalah kalau tengah malam dia terlihat tumbang tanpa sebab, tapi setelah di lihat paginya ternyata pohon itu masih berdiri normal apa adanya. Di sini memang pernah ada mayat di buang sekitar tahun 50-an tapi cerita tentang pohon asem sudah ada jauh sebelum kasus itu.
Di sekolah bertembok biru disana
Kadang ada penampakan orang benjol-benjol di seluruh tubuh.
Kawasan Buncit Indah
Dulunya masih terlihat seperti hutan, yang sering keliatan di sana katanya jas terbang (entah jas berjenis apa).
Di pos kecil yang berpilox sana.
Di belakannya ada kali kecil, penampakan yang ada di sana disebut dengan 'orang merah' karena memang terihat merah.
Berselang dua rumah di belakang rumah ini (tidak terjangkau kamera mobil google street view)
Dulunya adalah kebun dengan banyak tumbuhan liar (tumbuh sendiri), salah satunya adalah tanaman bunga kenanga. Bunganya wangi sehingga menarik orang untuk memetiknya, tapi siapapun yang memetiknya akan di ikuti oleh seorang wanita bergaun putih sampai ke rumahnya, sampai rumah wanita bergaun putih akan marah dan terus mengganggu.
Di tahun 80an tanaman bunga itu sudah tidak ada tapi angkernya pindah ke pohon sukun yg didekatnya, bahkan setelah pohon sukun itu mati dan gundul karena disambar petir kabarnya masih saja angker, bahkan setelah pohon itu di tebang dan di jadikan rumah spot itu masih saja angker, tuan rumah dan pembantu2nya tau tapi mereka tetap betah di rumah itu, mungkin karena mereka tidak macem2
Tapi pernah di tahun 2000-an pembantunya turun dari tangga terus kesurupan dan marah, katanya kira2 "Enak aje lu, anak gue lagi asik2 main di injek, nangis tuh kesakitan!" Terus terang saya kasian juga sama itu anak, gimana perasaan ibunya coba kalo anaknya yang masih polos lagi asik main dengan imutnya terus di injek orang sembarangan, tapi yang namanya orang 'kan nggak liat dia lagi main di situ. Ya pokoknya damai ajalah, namanya juga hidup berdampingan.
Buat para penakut yang mau beli rumah di daerah Pejaten, inilah daftar tempat-tempat angker menurut kesaksian orang-orang asli sana dari tahun sebelum 50-an, 60-an dan 70-an.
Jembatan Samali Ujung
Saat tengah malam di sini kadang terlihat orang panjang besar (kalo ga mau disebut tinggi besar karena dia tidak berdiri) tidur melintang sepanjang jembatan sehingga menghalangi orang yang mau lewat, kakinya menonjol sampe ke Jl. Pasar Minggu. Salah satu saksinya adalah tetangga nenek saya yang kerja di pabrik sepatu Kalibata, dia bertugas sebagai penerima telepon disana, pulangnya sekitar tengah malam.
Jl. Warga
Tepat di tiang listrik & tiang lampu jalanan itu dulunya pohon Gandaria yang kalo ada orang lewat suka mengeluarkan suara aneh seperti orang tertawa
Depan Polwan (Gedung Astagina)
Disana dulu ada pohon asem yang tinggi besar, yang aneh dari pohon itu adalah kalau tengah malam dia terlihat tumbang tanpa sebab, tapi setelah di lihat paginya ternyata pohon itu masih berdiri normal apa adanya. Di sini memang pernah ada mayat di buang sekitar tahun 50-an tapi cerita tentang pohon asem sudah ada jauh sebelum kasus itu.
Di sekolah bertembok biru disana
Kadang ada penampakan orang benjol-benjol di seluruh tubuh.
Kawasan Buncit Indah
Dulunya masih terlihat seperti hutan, yang sering keliatan di sana katanya jas terbang (entah jas berjenis apa).
Di pos kecil yang berpilox sana.
Di belakannya ada kali kecil, penampakan yang ada di sana disebut dengan 'orang merah' karena memang terihat merah.
Berselang dua rumah di belakang rumah ini (tidak terjangkau kamera mobil google street view)
Dulunya adalah kebun dengan banyak tumbuhan liar (tumbuh sendiri), salah satunya adalah tanaman bunga kenanga. Bunganya wangi sehingga menarik orang untuk memetiknya, tapi siapapun yang memetiknya akan di ikuti oleh seorang wanita bergaun putih sampai ke rumahnya, sampai rumah wanita bergaun putih akan marah dan terus mengganggu.
Di tahun 80an tanaman bunga itu sudah tidak ada tapi angkernya pindah ke pohon sukun yg didekatnya, bahkan setelah pohon sukun itu mati dan gundul karena disambar petir kabarnya masih saja angker, bahkan setelah pohon itu di tebang dan di jadikan rumah spot itu masih saja angker, tuan rumah dan pembantu2nya tau tapi mereka tetap betah di rumah itu, mungkin karena mereka tidak macem2
Tapi pernah di tahun 2000-an pembantunya turun dari tangga terus kesurupan dan marah, katanya kira2 "Enak aje lu, anak gue lagi asik2 main di injek, nangis tuh kesakitan!" Terus terang saya kasian juga sama itu anak, gimana perasaan ibunya coba kalo anaknya yang masih polos lagi asik main dengan imutnya terus di injek orang sembarangan, tapi yang namanya orang 'kan nggak liat dia lagi main di situ. Ya pokoknya damai ajalah, namanya juga hidup berdampingan.
Sunday, September 18, 2016
Kisah orang Tionghoa bernama Ce' Kecil dari Pasar Minggu
Saya tadi abis ngomongin tentang kawasan Pasar Minggu di jaman Jepang sama Emak saya, Emak menceritakan tentang Nenek saya yang mengalami langsung Jaman Jepang.
Nenek pernah cerita katannya di Jaman Jepang pamannya pernah dijejerin (dibarisin) di Pasar Minggu bersama petani/pedagang lainnya untuk dibrondong (ditembak), tiba2 seorang pemilik toko yang melihat itu dari kejauhan berlari menghampiri tentara Jepang dan bilang "jangan bunuh, mereka petani, orang baik-baik" tentara Jepang pun mengurungkan niatnya dan selamatlah paman nenek saya beserta petani/pedagang lainnya itu.
Si penolong itu bernama Ce' Kecil karena orangnya kecil dan lincah.
Nenek pernah cerita katannya di Jaman Jepang pamannya pernah dijejerin (dibarisin) di Pasar Minggu bersama petani/pedagang lainnya untuk dibrondong (ditembak), tiba2 seorang pemilik toko yang melihat itu dari kejauhan berlari menghampiri tentara Jepang dan bilang "jangan bunuh, mereka petani, orang baik-baik" tentara Jepang pun mengurungkan niatnya dan selamatlah paman nenek saya beserta petani/pedagang lainnya itu.
Si penolong itu bernama Ce' Kecil karena orangnya kecil dan lincah.
Asal muasal nama Pejaten
Perlu diketahui sumber dari artikel ini adalah dari Nenek dan Nenek buyut saya yang asli orang Pejaten sejak jaman Belanda, mereka petani dan pedagang yang biasa keliling daerah Pejaten.
Dulu di daerah yang sekarang bernama Jl. Siaga II, atau ada nama lainnya seperti 'Pejaten Mas', 'Penjait' atau 'Senger' adalah sebuah peternakan Kuda milik orang Belanda bernama Senger. Kalau kita jalan dari jl. Siaga Raya lihatlah ke arah kanan, di sana dulunya peternakan kuda sepanjang jalan Siaga II, di sana juga terkenal dengan pejantannya, dan dari 'pejantan' itulah nama 'Pejaten' berasal.
Pangkal Jl. Siaga II |
Dulu di daerah yang sekarang bernama Jl. Siaga II, atau ada nama lainnya seperti 'Pejaten Mas', 'Penjait' atau 'Senger' adalah sebuah peternakan Kuda milik orang Belanda bernama Senger. Kalau kita jalan dari jl. Siaga Raya lihatlah ke arah kanan, di sana dulunya peternakan kuda sepanjang jalan Siaga II, di sana juga terkenal dengan pejantannya, dan dari 'pejantan' itulah nama 'Pejaten' berasal.
Pertengahan Jl. Siaga II |
Rumah merah ini
Saya tinggal di kawasan dimana rumah ini berada tapi walau begitu saya tidak pernah ada kesempatan lewat jalan ini dengan jalan kaki. Sampai pada suatu saat sekitar tahun 2008 saya iseng pulang jalan kaki dari supermarket terdekat, waktu tempat ini masih berupa TK yang terbengkalai yang sangat berantakan di penuhi alang2, pagarnya tidak terlihat imut dan cerah seperti TK pada umumnya tapi terlihat seperti candi berwarna hitam batu karang lengkap dengan ukiran2nya.
Sejak pertama keliatan saya tidak pernah melepas pandangan ke tempat itu karena energinya yang aneh, teman saya sendiri tidak merasa ada yang aneh dengan tempat itu jadi cuek aja selama saya terus ngeliatin tempat itu sambil jalan, lumayan lama karena tempat itu berada di belokan, jadi seperti mengitari setengah dari tempat itu. Saya sering ngelewatin tempat terbengkalai yang bahkan keliatan lebih parah tapi tidak se-aneh bekas TK itu
Daripada kebanyakan disebut sebagai 'tempat itu' mending kita sebut saja Rumah Resang, karena dibelakang rumah itu ada rawa kecil bernama Resang (tidak diketahui darimana nama itu berasal).
Sampai di rumah saya tanya emak saya yang ibunya (nenek saya) orang asli kawasan situ sejak jaman Belanda; "Itu tempat apa sih?" Tanya saya. Ya TK, dulunya itu rumah kosong yang di duga ada sejak jaman belanda (berdirinya tepat di Rumah Resang itu), pemiliknya ada tapi tinggal di daerah Kota, di belakang rumah itu ada rawa kecil bernama Resang, disekitar rumah kosong dan rawa itu cuma ada pohon2 besar, kalaupun ada beberapa rumah tetangga tapi cukup jauh dari situ. Kalo ditanya angker atau tidak waktu itu jawabannya tidak. Tapi ada sedikit cerita, pada tahun 1960-an di dekat rumah kosong itu pernah ada pembantaian biawak besar yang dagingnya di bagikan ke masyarakat sekitar untuk obat, tidak diketahui biawak besar itu berasal dari mana, mungkin kiriman dari sungai yang berada tak jauh dari situ.
1970-an (kira2) TK mulai dibangun, entah ngontrak atau beli yang jelas itu bikin daerah ini punya landmark dan menghilangkan kesan sepi. Walau begitu rumah di sekitar situ masih sangat jarang, jalan tanah juga rawa dan pepohonan besar masih menguasai daerah itu, bagusnya sungai disana masih bersih.
Sampai sekarang emak saya hafal siapa aja segelintir orang yang tinggal di kawasan itu, rumahnya saling berjauhan tapi jaman dulu itu disebut sebagai tetangga terdekat.
Untuk pemilik rumah merah yang merasa di bicarakan tolong jangan marah, saya cuma cerita sejarah tempat itu dan saya tidak bilang rumah itu angker atau gimana, karena yang saya rasakan sejak rumah merah itu dibangun energi anehnya tidak terasa lagi, auranya normal seperti rumah2 lainnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)